Jumat, 22 April 2011

Budaya Jepang di Tengah Penderitaan Gempa dan Tsunami

Kondisi dan penderitaan yang dialami warga Jepang pasca gempa dan tsunami masih belum menentu. Setelah diguncang gempa dahsyat 9 Skala Richter, tsunami setinggi 10 meter, dan kini mereka harap-harap cemas menunggu redanya krisis nuklir. Kini malah dari sejumlah informasi di sana diberitakan bahwa sejumlah reaktor yang ada di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima mungkin sudah rusak. Merujuk pada uap radioaktif yang telah menyebar, Juru bicara pemerintah Jepang malah mengatakan tingkat radioaktif mencapai 10 “millisievert” per jam.

Data tentang korban terus bertambah dan diperkirakan ribuan orang telah tewas. Jutaan lainnya kini terlunta-lunta. Mereka bertahan hidup tanpa rumah, kekurangan air, kekurangan pangan dan obat-obatan. Tapi ada satu hal yang menarik dari kondisi bencana di Jepang ini, yaitu tidak adanya pemandangan penjarahan bahan makanan oleh korban bencana di sana, baik pada toko-toko yang ada ataupun supermarket. Padahal dalam berbagai bencana di sejumlah negara, penjarahan kerap terjadi. Usai gempa dahsyat di Haiti dan Cile, usai banjir besar di Inggris 2007, dan usai badai Katrina di Amerika Serikat. Di empat negara ini, seluruh warganya menjarah bahan pangan untuk bertahan hidup. Dan penjarahan makanan ini tidak terjadi di Jepang.

Sepertinya kita, bangsa Indonesia harus belajar banyak dalam urusan ini pada bangsa Jepang. Walau did era penderitaan akibat bencana yang sangat besar, budaya Jepang yang taat aturan dan disiplin tetap berlaku di sana. Bahkan yang luar biasa, sejumlah supermarket yang masih tetap buka justru menurunkan harga bahan makanannya! Bukan menaikkan dan mengambil untung. Sejumlah mesin penyedia makanan dan minuman otomatis malah dibuka secara gratis. “Rakyat bekerja sama untuk selamat semuanya,” kata sejumlah orang di sana.

Budaya ini benar-benar sudah tertanam begitu dalam di alam bawah sadar orang Jepang. Sehingga tetap saja nilai-nilai ini berlaku dan berjalan dalam kondisi apapun, termasuk di tengah kepungan penderitaan akibat bencana yang terjadi. Perlu kita ketahui bersama, bahwa budaya Jepang memang sangat berbeda dengan budaya negara lain. Mereka menomorsatukan harga diri, kehormatan, dan martabat. Warga Jepang tidak melihat bencana ini sebagai kesempatan untuk mencuri apapun. Kita warga Indonesia harus belajar bagaimana bisa berbudaya seperti mereka. Orang Jepang juga sangat disiplin dan penuh kebanggaan atas negaranya. Secara sosiologis, ini dimungkinkan terjadi akibat adaptasi nilai yang mereka buat. Bahwa masyarakat dalam jumlah yang besar harus hidup di tanah yang sangat terbatas. Mereka harus memiliki keteraturan yang sangat tinggi.

Sikap Umum Media & Pemerintah Jepang

Gempa dan tsunami ini merupakan gempa bumi dan tsunami terparah dan terbesar di dunia. Dan tentu saja kepanikan tidak bisa disembunyikan dari seluruh wajah warga Jepang. Ribuan orang galau hatinya, ada yang menangis serta tak tahu harus berbuat apa. Dan bila kita berkaca pada kejadian di tanah air kita (Indonesia) sepertinya sesuau hal yang wajar bila kemudian TV-TV dan media kita memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet dan membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan. Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan.

Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini di Jepang? dari hari pertama bencana, TV-TV di sana tak satupun memperdengarkan lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun mereka. Terus tentang pengumuman tentang rekening dompet bencana alam-pun ternyata tak satupun TV yang memuatnya. Apalagi kemunculan video klip tangisan anak negeri yang biasanya kalau di Indonesia biasa diputar berulang-ulang setiap hari. Ternyata di Jepang, ketiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening dompet bencana dan video klip tangisan anak negeri) sama sekali tidak muncul dan disiarkan, apalagi diputar berulang-ulang.

Yang ada di TV-TV Jepang justeru adalah hal-hal seperti dibawah ini :

1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada

2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah Tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)

3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman listrik terencana

4. Tips-tips menghadapi bencana alam

5. Nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam

6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang terkena bencana

7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai banget harganya)

8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita hadapi (government official pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati

9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :*ada yang nyari istrinya, belum ketemu-ketemu, mukanya udah galau banget, tapi tetap tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah)

Jepang #18 - Shinkansen

Sejak kecil, saya suka merhatiin kereta yang lewat di perlintasan. Kalau orang lain kesal karena perjalanannya terhambat kereta yang melintas, saya malah dengan senang menunggu dan menghitung gerbongnya. Berhubung saya anggota keluarga besar yang biasa bepergian pakai mobil, saya baru naik kereta pertama kali setelah duduk di bangku kuliah. Itupun cuma jarak dekat pake kereta Argo Gede Bandung-Jakarta. Kasian ya? Hehehe… Setelah pengalaman Argo Gede, saya coba lagi kereta dengan jarak lebih jauh yaitu Bandung – Semarang pakai Harina. Asyik juga ternyata. Sayangnya saya belum berkesempatan pakai kereta listrik yang buat ke arah Bogor ataupun kereta jenis ekonomi, jadi pengalaman naik kereta saya masih minim. Hobby saya ngeliatin kereta dipuaskan selama tinggal di Jepang, dimana dining hall yang luas itu sejajar dengan perlintasan monorail. Jadi sambil sarapan / makan malam saya bisa lihat siaran langsung kereta lewat tepat dibalik jendela yang lebih gede dari layar XXI, sayang jalannya kecepetan jadi nggak sempet dihitung gerbongnya. :p Kapan ya di Bandung ada monorail? Soalnya udah terbukti di banyak negara, mass rapid transportation ini memang solusi tepat untuk mengangkut banyak orang ke seluruh penjuru kota tanpa macet. Eh, tapi di Bangkok masih macet ding meskipun ada BTS (Bangkok Transport System) Skytrain & Subway. Yah, itu mungkin emang mobilnya aja dah kebanyakan. Hehehe… tapi emang monorail itu convenient banget.
Saat ini, rekor kereta non-konvensional tercepat di dunia dipegang oleh Maglev dengan kecepatan 581 km/jam di track magnetik mengambang, sementara untuk kereta konvensional masih dipegang TGV (Train à Grande Vitesse) -nya Perancis dengan kecepatan 574.8 km/jam. Saya sih belum pernah coba keduanya, tapi kalau kereta ketiga tercepat di dunia, saya sudah pernah. Shinkansen mendapat julukan kereta peluru karena bagian lokomotifnya yang berbentuk seperti peluru, dan kecepatan-nya yang cukup tinggi (sampai dengan 300 km/jam). Pertama kali saya naik Shinkansen dengan rute Nagoya – Tokyo, dengan jarak 342 km yang ditempuh dalam waktu kurang dari dua jam. Jalur JR Tokaido Shinkansen sepanjang 515.4 km ini menghubungkan Shin-Osaka ke Tokyo melalui Kyoto, Maibara, Gifu-hashima, Nagoya, Mikawa-anjo, Toyohashi, Hamamatsu, Kakegawa, Shizuoka, Shin-Fuji, Mishima, Atami, Odawara, Shin Yokohama, dan Shinagawa. Jalur ini terkoneksi dengan tiga macam kereta, yaitu Nozomi (100 menit), Hikari (sekitar 10-20 menit lebih lambat dari Nozomi), dan Kodama (sekitar 3 jam karena stop di setiap stasiun yang dilewati). Jadi ketebak kan, saya pake kereta yang mana? :D Sebenernya kalo mau ngeteng pake kereta lokal yang nyambung-nyambung di tiap stasiun, jatuhnya bisa lebih murah. Tapi berhubung saya harus cepat pindah ke daerah Yokohama, jadi penyandang dana modalin pake Shinkansen, hehehe… Kali kedua pakai shinkansen, saya coba ke Nagaoka untuk mengunjungi seorang professor yang pernah menjadi sponsor pengajuan beasiswa saya. Waktu itu saya sempat ragu karena biaya perjalanan dengan shinkansen mahal sekali dan memakan waktu hampir 2 jam sekali jalan, padahal saya hanya punya waktu satu hari libur lagi sebelum pulang ke Indonesia. Seorang teman baik membelikan tiket Nagaoka – Tokyo untuk saya, jadi saya tinggal beli tiket berangkat Tokyo – Nagaoka. Oya, teman saya ini satu kampus waktu kami ambil S1, yang bersama saya mengajukan beasiswa di salah satu universitas ternama dengan rekomendasi sang professor. Kami berdua sudah dapat acceptance letter dari sana, dia dapat beasiswa sementara saya tidak, hehehe… Anyway, saya sudah cukup bangga pernah ketrima di universitas tersebut. Jalur JR Joetsu Shinkansen sepanjang 300 km melalui Tokyo – Ueno – Omiya – Kumagaya – Honjo-waseda – Takasaki – Jomo-Kogen – Echigo-yuzawa – Urasa – Nagaoka – Tsubame-Sanjo – Niigata. Saya sih nggak sampe ke Niigata, cuma sampe Nagaoka aja. Pemandangannya dari kota, desa, sawah, gunung, cuma kurang laut aja yang ga ada. Saya coba rekam beberapa video pendek, tapi ternyata setelah diputer lagi ga keliatan kerennya pemandangan, secara itu kereta jalannya cepet banget. Cobain deh, ngerekam video dari balik jendela mobil yang sedang ngebut, mungkin kurang lebih hasil yang didapat sama. :D Lain waktu akan saya ceritakan tentang kereta lain di Eropa, seperti TGV (ya, akhirnya saya naik TGV), ICE, dan lain-lain.

Musium Kereta di Negeri Sakura

Saya yakin kebanyakan orang termasuk anda mengenal kalau Jepang sangat maju dalam bidang perkeretaan atau kereta listriknya termasuk yang membuat dan memiliki kereta tercepat di dunia yang disebut Shinkansen. Pengamatan saya banyak orang asing yang berkunjung ke Jepang sangat terpesona dengan kereta yang dilihatnya dan dinaikinya di Negara itu. Baik kereta “Kaku-eki Densha” atau kereta listrik yang berhenti disetiap setasiun, “Kyuukou-Densha” atau kereta express yang berhenti pada stasiun-stasiun tertentu saja dan ”Shinkansen” yaitu kereta super cepat yang bisa menempuh perjalanan 300 Km/jam. Hal ini akan terasa aneh kenapa di antara mereka yang kagum dan senang dengan naik alat transportasi tersebut tidak berpikir untuk mengunjungi Musium Kereta di Jepang atau yang dikenal dengan Testsudo Hakubutsukan yang berada di daerah Inari kota Saitama, Perfectur Saitama. Musium ini dibangun sebagai proyek memperingati 20 tahun berdirinya perusahaan kereta JR-East dan bertujuan juga merupakan museum pendidikan. Anak-anak dapat belajar tentang prinsip-prinsip dan pengalaman kereta api, sistem, dan teknologi terbaru (termasuk rencana masa depan) melalui model, simulasi, dan peralatan bermain.

Musium megah yang berada di kota yang jaraknya sekitar 45 menit dengan naik kereta dari Stasiun Tokyo ini sangat mudah dijangkau baik dengan kendaraan terlebih dengan naik kereta yang ditulis di brosurnya hanya makan waktu 1 menit dengan berjalan kaki dari Stasiun Tetsudō-Hakubutsukan, itu artinya museum tersebut memang berada di komplek stasiun itu. Bila anda bingung pergi saja

pintu masuk museum

sampai Oomiya Station, setelah itu naik saja “New Shuttle” dan turun di Tetsudou-Hakubutsukan station. Stasiun Tetsudō-Hakubutsukan ini dulu pada tahun 1983 dibuka dan dikenal dengan nama Stasiun Onari tapi mulai tahun 2007 berubah nama menjadi Tetsudō-Hakubutsukan Station seiring dengan dibukanya Musium Kereta tersebut.

Tiket masuk ke museum ini harganya 1000 yen untuk dewasa dan 500 Yen untuk siswa SD sampai SMU dan 200 yen untuk anak mulai usia 3 tahun. Bila masuk bersama rombongan harga tiketnya akan semakin murah. Uniknya di sini kita tidak akan mendapat tiket masuk seperti pada umumnya, karena sistem tiket masuk ke museum ini adalah dengan sistem kartu “suica”. Kartu Suica adalah kartu khusus untuk men-charge uang kita setiap kali kita mau masuk ke dalam station. Berhubung tempat ini adalah museum kereta, kita juga harus masuk memakai sistem charge ini. Caranya kita tinggal memasukan kartu suica kita ke dalam mesin charge yang ada di pintu masuk, kemudian masukan uang 1000 yen misalnya, selanjutnya kita tinggal menempelkan kartu kita di mesin sensor kartu untuk masuk ke dalam museumnya.

Musium Kereta ini merupakan sebuat musim yang dirancang sebagai musium interaktif. Terdapat banyak jenis kereta yang dipamerkan dan juga bisa mengajar segala hal kepada kita tentang perkeretaan dan perjalanan sejarahnya dari jaman dulu sampai saat ini. Musium ini terbagi dalam banyak ruangan untuk tujuan tertentu, misalnya ruang pemer kereta, ruang sejarah kereta, ruang belajar tentang kereta, pintu masuk, taman, ruang koleksi dan gedung sayap utara.

Bila kita mengunjunginya dan setelah sebagian banyak waktu kita habis untuk melihat-lihat berbagai koleksi yang dipajang, kita bisa mengunjungi ruang-ruang tersebut dengan kesan masing-masing yang ada. Mungkin yang paling menarik terutama bagi anak-anak yaitu ruangan simulator mengemudikan kereta karena mulai bulan September 2010 yang lalu musium ini menyediakan fasilitas simulator yang menawarkan cara mengemudikan kereta bagi para pengunjung yang dapat dioperasikan oleh berbagai usia. Pihak museum menawarkan 25 macam simulasi dengan kereta jenis terbaru dari East JR Co., E233, yang dioperasikan di jalur Chuo dan jalur lainnya. Selain itu juga disediakan sarung tangan putih seperti yang masinis kenakan saat mengoperasikan kereta, serta melengkapi simulator dengan tuas-tuas yang sama persis dengan yang terdapat pada kereta asli. Simulator tersebut juga dilengkapi dengan video yang merupakan hasil rekaman asli dari kursi masinis di jalur Takasaki antara stasiun Omiya dengan Kagohara.

Simulasi ini terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu dasar, menengah, dan ahli. Pada tingkat dasar, para pengunjung dapat mengatur kecepatan sesuai dengan meteran yang ditunjukkan monitor. Pada tingkat menengah, pengunjung mulai mempelajari tehnik menghentikan kereta, sedangkan pada tingkat ahli pengunjung juga mempraktekkan cara memberhentikan kereta secara tiba-tiba di tempat yang tak terduga jika suatu kecelakaan atau lainnya terjadi.

Sekali lagi memang mengunjungi museum ini yang terlalu senang mungkin anak-anak karena di luar gedung museum terdapat kereta mini yang dioperasikan dan bila kita naik hanya membayar 200 Yen (sekitar Rp.20 Ribu). Para staf-nya pun yang kebanyakan perempuan juga siap selalu bila diajak berpose para pengunjung untuk foto kenang-kenangan.

Fasilitas yang sangat penting juga di sini yaitu restoran dan took souvenir. Restoran di museum ini menyediakan berbagai jenis menu makan siang para pengunjung dan toko souvenir tentu saja menjual berbagai macam benda yang berhubungan dengan perkeretaan. Sekali lagi, anak-anak semakin senang tentunya masuk dan belanja di sini. Mungkin yang membatasi berada di toko souvenir ini bukan waktu lagi tapi kantong yang takut menipis karena bila anda mengajak anak-anak pastinya akan mengajak cepat-cepat keluar supaya belanjaan tidak semakin “berat”.

Pada saat memasuki dan menikmati Musium Kereta ini, saya selalu teringat sebuah Musium Kereta Api yang ada di Ambarawa Kabupaten Semarang yang dulu sering saya kunjungi karena dekat dengan tempat tinggal saya. Musium ini dibangun dengan tujuan salah satunya untuk menghargai Kereta Api sebagai alat transportasi tua yang telah berjalan di tanah Indonesia selama lebih dari 140 tahun yang lampau. Koleksi lokomotif kuno di Musium Kereta Api Ambarawa ini memang bisa dikatakan tidak kalah dengan koleksi lokomotif kuno Tetsudo-Hakubutsukan di Jepang, hanya saja mungkin pelayanan kepada pengunjung, tujuan pendidikan untuk pengunjung khususnya anak-anak perlu ditingatkan serta mengadakan pengelolaan yang menyesuaikan jaman.

Bila berkesempatan berkunjung ke Jepang ada baiknya Tetsudo-Hakubutsukan ini masuk dalam daftar kunjungan wisata anda.

Salam dari Negeri Kereta




Bullet Train “Hayabusa”, generasi terbaru kereta api cepat Jepang

Jepang terkenal dengan kereta api cepat nya (bullet train), Shinkansen, yang dibuat tahun 1964 dengan kecepatan 209 km/jam. Baru-baru ini diluncurkan kereta api generasi terbaru di Tokyo stasiun, yang dihadiri oleh 1500 orang. Bullet train, “Hayabusa”, merupakan kereta api tercepat terbaru di generasinya saat ini dengan kecepatan maksimum 300 km/jam. Kereta api ini menghubungkan Tokyo dan Shin Aomori, dengan waktu tempuh 3 jam 10 menit, 10 menit lebih cepat dari bullet train biasa.





Hayabusa, Generasi terbaru kereta api cepat Jepang (Foto diambil dari BBC)

Sejarah kereta api cepat dimulai di Inggris tahun 1830 dengan kecepatan 58 km/jam yang mengubungkan Liverpool dan Manchester. Dimana para penduduk desa yang berada di sepanjang rel kereta api sangat khawatir dengan percikan api yang ditimbulkan, yang dapat menimbulkan kebakaran pada gedung-gedung, dan juga sapi-sapi berhenti untuk menghasilkan susu.

Tahun 1839, setelah 9 tahun, Grand Junction railway, England memecahkan rekor dengan kecepatan 91 km/jam.

Tahun 1989 Paris-Dijon line, Prancis, mengapai kecepatan lebih tinggi dari England dengan kecepatan 144 km/jam.

Tahun 1897, Midland Railway, England, hampir 10 tahun bagi England untuk pulih kembali memecahkan rekor dengan kecepatan 145 km/jam, yang menghubungkan Melton Mowbray ke Nottingham dengan lokomotif 8 roda.

Tahun 1903 Militari Railway, Jerman, menciptakan kereta api elektrik dengan 12 roda dengan kecepatan 203 km/jam.

Tahun 1932 Great Western Railway, England, merupakan kereta api cepat penumpang regular yang pernah dicapai dengan kecepatan 148 km/jam.

Tahun 1964 Shinkansen, Japan, merupakan kereta api cepat yang menghubungkan Tokyo dan Osaka dengan kecepatan 209 km/jam. Kereta api ini di desain dengan prinsip aerodinamik dan dikenal dengan istilah bullet train.

Tahun 1981 TGV, Prancis, mengeluarkan kereta api regular tercepat di dunia dengan kecepatan 260 km/jam. Kereta api ini menghubungkan Paris dan Lyon dengan jarak 264 miles, waktu tempuh 2 jam 40 menit.

Tahun 2004 Shanghai Maglev, China, meluncurkan kereta api tercepat di dunia dengan kecepatan 430 km/jam. Kereta api ini menghubungkan Pudong Internasional Airport ke Shanghai, dimana kereta api ini digerakkan dengan reaksi eletromagnetik antara cars dan tracks-nya.

Tahun 2007 TGV, Prancis, merupakan pemegang rekor kereta api non-maglev dengan kecepatan 574.5 km/jam. Penumpang akan merasa pusing pada kecepatan 482 km/jam dan sukar berdiri pada kecepatan 539 km/jam.

japan culture

Jepang, adalah suatu negara yang sangat kontroversial terutama dimata orang Indonesia. Banyak cerita tentang Jepang. Jepang pernah menjajah Indonesia , katanya seumur Jagung yaitu tiga setengah tahun. Beberapa waktu yang lalu orang Indonesia enggan sekali untuk membeli barang-barang buatan Jepang, karena terkenal sebagai barang :”kodian”, barang plastik dan lain-lain yang artinya adalah berkualitas jelek. Namun beberapa waktu kemudian, menjadi terbalik, yaitu orang Indonesia justru mencari barang-barang yang asli bikinan Jepang, karena kualitasnya jauh lebih bagus dari bikinan negara lain. Kemajuan Jepang memang sangat fenomenal. Kalau dahulu orang sangat fanatik dengan mobil bikinan Amerika dan Eropa, maka sekarang ini, bahkan orang Amerika dan Eropa sendiri banyak yang menjadi fanatik dengan mobil Jepang.
Dominasi jam tangan “Swiss” tumbang dengan jam tangan-jam tangan buatan Jepang. Hampir semua barang-barang di dunia ini sepertinya menjadi “made in Japan”. Di Kota-kota Dunia seperti New York, San Fransisco, Paris, London dan lain-lain, banyak dijumpai barang “souvenir” nya ternyata “made in Japan”.
Setelah perang dunia kedua berlalu, Jepang mungkin adalah negara yang paling maju, tidak saja dibandingkan dengan negara-negara yang kalah perang, bahkan bila dibandingkan dengan negara yang memenangkan perang sekalipun ! Jepang telah menjadi satu negara yang sangat “mengagumkan”.
Konon orang Jepang adalah orang-orang yang tidak mau mengakui bahwa dunia ini dikuasai oleh orang-orang Yahudi yang pintar. Konon orang Jepang selalu ingin memperlihatkan bahwa Jepanglah yang paling maju di dunia ini.
Filosofi orang Jepang adalah “Kaizen”, artinya “perbaikan/perubahan tiada henti”. Itulah yang memacu etos kerjanya.
Katanya, para manajer orang Jepang kewalahan harus menegur pegawainya yang sering curi-curi untuk tidak mau mengambil cuti. Bayangkan, biasanya orang curi-curi waktu untuk cuti atau bolos, di Jepang susah sekali memerintahkan orang untuk cuti ! Cuti telah menjadi kewajiban bagi orang Jepang dan harus ke luar negeri ! katanya.
Berkunjung ke Jepang sangat menyenangkan. Banyak yang bisa dilihat dan sekaligus dipelajari. Jangan kaget, karena konon di Jepang banyak sekali orang Jepang yang menyenangi lagu Bengawan Solo dan juga lagu-lagunya Ebiet G AD.
Dibanyak toko-toko besar yang sering dikunjungi turis di Tokyo, mereka menyediakan orang-orang khusus untuk melayaninya, termasuk ada orang-orang Indonesia yang bekerja di toko-toko tersebut yang tugasnya melayani turis dari Indonesia, jadi kita bisa belanja menggunakan bahasa Indonesia. Kelemahannya hanya satu saja, yaitu barang-barang yang dijual disitu pada umumnya adalah asli “made in Japan” dan harga nya sangat mahal untuk ukuran kebanyakan orang Indonesia.
Frans, atau Nufransa Wira Sakti tahu banyak tentang hal ini. Sebentar lagi Iskandar Jet akan menyusul….. Selamat ya !
Salah satu yang istimewa dari Jepang adalah sistem transportasinya. Disana ada kereta api dengan kecepatan “peluru”, “the bullet train” orang Jepang bilang “Shinkanzen” dan banyak lagi angkutan umum yang tidak hanya bersih dan tepat waktu akan tetapi juga terpadu.
Katanya, bila sampai ada kereta api yang terlambat sampai lebih dari 20 menit saja, maka hal tersebut akan menggegerkan sidang kabinet pemerintahannya. Bagaimana kalau bolak balik terguling atau tabrakan ? kurang jelas apa jadinya.
Semua angkutan umum serba prima, karena menjadi prioritas kerja pemerintahnya. Pemerintahnya terdiri dari orang-orang yang sangat memperhatikan kepentingan orang banyak terlebih dahulu baru dirinya sendiri. Itu sebabnya tidak hanya sistem angkutan umum yang cepat dan tepat yang dikelola dengan baik, akan tetapi juga lalulintas jalan rayanya. Di Tokyo, di jalan-jalan yang satu arah, benar-benar satu arah, tidak ada motor-motor yang dengan tenang menerobos berlawanan arah, demikian pula bila lampu merah tidak ada seorang pun yang berani untuk menerobosnya, tidak ada itu… tidak ada itu ! Hukuman untuk hal-hal seperti ini sangat keras.
Begitu besar perhatian pemerintahnya kepada kepentingan orang banyak, sehingga mereka pun memberikan fasilitas yang khusus untuk angkutan anak-anak di Jepang. Salah satunya adalah dengan menyediakan kereta api untuk anak-anak. Gambar-gambarnya bisa dilihat dibawah ini. Jadi kesimpulannya untuk Iskandar Jet, anda boleh koq bawa anak anda ke Jepang. Selamat Jalan ! Have a Nice Trip !



Sabtu, 26 Maret 2011

日本の美しさ

Much has been written about the history of Japan, but as we all know, history is not always true. To see actual history, we must look at what is painted, carved and printed as art! This means that the common people are the ones who really know what is happening in their own country and their artistic work shows it.
We can see, in the carvings of netsuke, paintings and woodblock prints, the views of foreigners that the old Japanese had. They showed the strange dress and manners of the foreign people. The government was, generally, against foreigners and any of their ideas. The common people, however, wanted the products and benefits that the new visitors could give to Japan.
The arrival in Tokyo Bay, in 1853, of an American fleet under Commodore Matthew Perry, started many changes in Japan. Much foreign technology was adopted and shortly after that visit, the Meiji Restoration began Japan’s growth into a position of world power.
In Yokohama, which was often called “The Wildwest of the Far East” due its violent nature, the foreign visitors were exciting art subjects and not considered as enemies at all. Their inventions charmed the people. The designers, carvers, printers and publishers of woodblock prints are what we can consider as the real historians of that time.
We must always look at art to show us the true sprit of a nation. That is one of the reasons that I like Japan so much. It shows me its real feelings, culture and heart through its splendid art and customs!

upacara minum teh ala jepang

(茶道, sadō, chadō, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chatō (茶の湯, chatō?) atau cha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate.
Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut chashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan dinding (kakejiku), bunga (chabana), dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.
Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut.
Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.
Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha yang dibuat dari teh hijau yang chanoyu2digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchadō, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha disebut senchadō.
Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar mempraktekkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.

cartoon japan

Bagi para penggemar berat doraemon, posting ini mungkin udah gak seru. Saya sendiri menggemari doraemon sudah sejak 20 tahun lalu :d Tak terasa……Saya memang suka sejak pertama melihat, waktu itu saya memang suka film kartun jepang.
Sejak tahun 1980-an, banyak sekali bermunculan cerita dan spekulasi tentang akhir kisah Doraemon.
  • Kisah pertama —dan paling optimistik— dipublikasikan oleh Nobuo Satu beberapa tahun yang lalu. Diceritakan suatu hari, Nobita pulang ke rumah dan merengek-rengek mengadu ke Doraemon. Tapi tak lama, ia menyadari ada sesuatu yang salah dengan Doraemon; robot kesayangannya itu hanya diam dan tak menjawab keluhannya. Ia pun segera menelepon Dorami, adik Doraemon, dan meminta petunjuk darinya. Dorami kemudian memberi tahu bahwa baterai milik Doraemon habis. Silakan baca versi komiknya dibawah :)
  • Yang kedua, akhir yang lebih pesimistik mengusulkan bahwa Nobita menderita autisme dan semua karakter yang ada (termasuk Doraemon) adalah karakter fiksional dalam imaginasinya. Ide bahwa Nobita sakit yang membayangkan semua seri di tempat tidurnya untuk membantunya menghilangkan depresi dan tekanannya membuat marah banyak fans. Banyak fans di Jepang protes diluar markas utama penerbit dari seri setelah mengetahui tentang hal ini. Penerbit akhirnya mengeluarkan pernyataan publik bahwa hal ini tidak benar.
  • Yang ketiga berisi bahwa Nobita jatuh dan kepalanya terbentur batu. Ia mengalami koma. Untuk mendapatkan uang untuk operasi agar Nobita selamat, Doraemon menjual seluruh peralatannya di kantong ajabnya, namun, operasi tersebut gagal. Doraemon menjual semua peralatannya kecuali satu alat yang ia gunakan untuk mempersilahkan Nobita kemanapun ia mau, pada akhirnya, Nobita ingin pergi ke surga.
Birikut adalah episode akhir ceritanya versi pertama. Selamat menikmati.
doraemon1
doraemon2
doraemon3
doraemon4
doraemon5doraemon6doraemon7doraemon8doraemon9doraemon11doraemon12doraemon13doraemon14